YOUTH SOUTH

YOUTH SOUTH
YOUTH SOUTH

Minggu, 05 April 2015

 
TAWUR KESANGA

Tawur Kesanga adalah upacara pecaruan yang diadakan setahun sekali yang tepat pada tilem kesanga yaitu setiap akhir pergatian tahun saka yang diatur dalam beberapa lontar
  • Sanghyang Aji Swamandala, ("Tawur Kesanga dilangsungkan umat manusia dengan tujuan membuat dan memohon kepada Tuhan untuk kesejahteraan alam lingkungan").
  • Agastya Parwa, 
  • Usana Bali, dan 
  • Ekapratama.
Tawur Kesanga sebagai bagian dari upacara Bhuta Yadnya sehari sebelum hari raya nyepi yang dipimpin oleh para sadhaka maupun sulinggih; Siwa, Buddha, dan Bujangga yang masing-masing dengan tugas : 
  • Sadhaka Siwa mensucikan Akasa (Swah loka) dengan Agniangelayang, 
  • Sadhaka Buddha mensucikan Atmosfir (Bhuwah loka) dengan Agnisara, dan 
  • Sadhaka Bujangga mensucikan Sarwaprani (Bhur loka) dengan Agnisinararasa.
Upacara Tawur ini dilaksanakan di Catuspata (Perempatan Agung) pada siang hari, kemudian di setiap rumah tangga diadakan juga Bhuta Yadnya yang lebih sederhana, yaitu dengan cara membuat sanggah cucuk di luar rumah / jaba pura berisi tetandingan banten
Setelah itu semua anggota keluarga yang sudah ketus gigi untuk mabeakala / maprayascita, kemudian barulah ngerupuk dan menebarkan nasi Tawur yang diperoleh dari Catuspata tadi, demikian disebutkan upacara yadnya ini dalam kutipan Tahun Saka dan Hari Raya Nyepi (stiti dharma online)
***
Diposkan 5th December 2011 oleh Bali Tours Guide 

1. PHOTO BERSAMA ST. PADANGAN KELOD ( YOUTH SOUTH )









2. PAWAI MENGARAK OGOH - OGOH


 


3. ISTIRAHAT SETELAH PAWAI SIANG






4.  PENGUMUMAN UNDIAN BERHADIAH LANGSUNG

 







SANG YUTISARANA

Nyepi, caka 1935 Hari raya Nyepi di Bali dilaksanakan secara menyeluruh oleh warga yang beragama Hindu. Adapun rangkaian hari raya Nyepi adalah diawali dengan pengerupukan, Nyepi dan Ngembak Geni. Pada hari pengerupukan diadakan acara pawai ogoh-ogoh sebagai cerminan luapan ekspresi dan kreatifitas pemuda dimasing-masing Banjar yang ada di Desa Pekraman diseluruh wilayah BALI. Begitu juga dengan aktifitas pemuda di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Yang secara continuitas membuat ogoh-ogoh sebagai cerminan luapan ekspresi dan kreatifitas menjelang hari pengerupukan. Ditahun 2013 ini, STT Desa Padangan khususnya STT Padanga Kelod (Youth South ) membuat ogoh-ogoh yang bertemakan “Sang Yutisarana”, untuk memeriahkan pawai ogoh-ogoh serangkaian hari raya pengerupukan dan nyepi di Desa Padangan. Cerita Sang Yutisarana Dalam lontar Barong Swari disinggung terjadinya tarian Barong, Telek, Topeng . tarian ini secara rutinitas dipentasakan pada saat galungan dan pada hari raya pengerupukan. Ada cerita yang mengulas tentang asal –usul tari wali ini. Ceritanya sebagai berikut: Diawali ketika Dewi Uma dikutuk oleh Dewa Siwa, menjadi raksasi yang sangat menyeramkan yang bergelar Dewi Durga serta turun kedunia dan bersetana di setra gandamayu. Dengan wujud raksasa sang dewi selalu menyakiti manusia yang berbuat baik, namun bagi manusia yang berbuat jahat diberikan kesaktian karena di anggap sebagai pengikut sang dewi. Demikin hebatnya kesaktian dewi durga sehingga menyebabkan dunia mengalami kehancuran dimana-mana dan kehidupan manusia mulai terancam. Mengetahui kejadian itu Sang Hayang Tri Semaya mengubah wujudnya menjadi; Bhatara Brahma mengubah wujudnya menjadi Topeng Bang, Bhatara Wisnu menjadi Topeng Telek, Bhatara Iswara turun menjadi Barong. Ketiga Dewa tersebut turun kedunia dengan wujud masing-masing untuk mensucikan alam yang diwujudkan dalam bentuk ” Ngelelawang”. Mengenai pengelelawangan yang dilaksanakan pada hari Buda kliwon dungulan sampai hari bhuda kliwon Pahang diuraikan alasan-alasan tersebut berdasarkan cerita/mitologi dalam lontar Purwa Gama Sasana sebagai berikut: Sesudah itu masuklah Sanghayang Tri Semaya, mencari Sang Hayang Sesuhunan, (Bhatara Kala Rudra) agar membatalkan untuk memakan manusia. Dijumpainya Sang Kala Rudra, bercumbu rayu dengan batari, pada tiang yang amat panjang Batara Kala Rudra itu bergelar Sang Yutisarana sedangkan Batari Durga bergelar Sang Kalika Maya. Mengetahui tingkah laku sesuhunan, Sang Hayang Trisemaya segera maenghadap Sang Batatipati. Diperintahlah Sri Aji Galuh, mempersembahkan “ Caru Pancasia” yang dipersembahkan oleh pendeta Agung , agar dunia ini tidak mengalami kehancuran. Bhagawan Sida Yoga memimpin caru Pancasia. Dihadapan bangunan agung dibuatlah panggung untuk Shang Tri Semaya, dipasanglah kelir wayang.Bhatara Isawara sebagai dalang, dibantu sanghayang Brahma dan Wisnu sebagai pengiring gamelan menceritakan perbuatan kedua batara, yakni Sang Hayang Kala Ludra dan Bhatari Panca Durga. Cerita inilah yang menyebabkan adanya tari wali seperti Topeng dan Wayang Kulit. Sumber/ Literatur: Lontar Barong Suari, Lontar Purwa Gama Sasana Dan Buku Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali
DEWATA NAWA CENGKAL
Cerita ini diambil dari cerita A,NA,CA,RA,KA yang menceritakan tentang seorang raja yang dikutuk oleh Bhatara Kala menjadi raksasa karena dia suka memakan masakan (Lawar) yang dicampur dengan darah manusia. Hari demi hari penduduknya digunakan sebagai Lawar. Raja ini bernama Dewata Nawa Cengkal dan negaranya bernama Medang Kemulan.
            Berita ini didengar oleh raja Maceti yang bernama Aji Saka, raja ini memiliki dua Patih yang bernama Ki Sembada dan Ki Nora, kedua patih ini sangat setia dengan rajanya. Karena Aji Saka prihatin dengan keadaan yang menimpa negeri Medang Kemulan maka ia memutuskan untuk memerangi raja Dewata Nawa Cengkal. Sebelum Aji Saka pergi ke Medang Kemulan ia menitipkan senjata keris pusakanya kepada Ki Nora dan menyuruh menjaga pusaka itu dengan baik.
            Setibanya Aji Saka di Medang Kemulan ia baru mengetahui bahwa raja Dewata Nawa Cengkal sangat sakti sehingga menyuruh Ki Sembada untuk pulang mengambil pusakanya. Setibanya Ki Sembada di Maceti ia meminta pusaka tersebut kepada adiknya Ki Nora. Karena Ki Nora terikat janji untuk menjaga pusaka tersebut walaupun nyawa sebagai taruhan ia tidak memberikan pusaka tersebut kepada kakanya sehingga terjadilah pertempuran yang sengit antara kedua saudara tersebut dan akhirnya mereka berdua mati. Karena lama menunggu Aji Saka bergegas untuk berperang tanpa menggunakan pusakanya, ia menggunakan taktik untuk mengelabui Dewata Nawa Cengkal. Taktik tersebut berupa perjanjian “apabila Dewata Nawa Cengkal mampu menarik selendang Aji Saka sampai habis ia bersedia menyerahkan darahnya sebagai lawar”. Dewata Nawa Cengkal sangat gembira mendengar perjanjian itu dan segera menarik selendang Aji Saka. Karena Aji Saka sangat sakti Dewata Nawa Cengkal tidak mampu menarik selendang itu sampai habis hingga sampai di pesisir pantai. Disanalah Aji Saka mengutuk Dewata Nawa Cengkal menjadi se-ekor buaya. Setelah itu Aji Saka bergegas pulang menuju ke negerinya, setibanya di Maceti ia melihat kedua patihnya telah mati karena memperebutkan pusaka. Aji Saka sedih melihat kejadian tersebut dan menulis huruf dengan pusakanya, huruf yang ditulis adalah A,NA,CA,RA,KA,PA,DA,JA,YA,NYA,MA,GA,BA,TA,NGA, yang merupakan awal aksara di dunia ini. Huruf ini memiliki arti “ada dua orang Patih/pengikut yang memiliki kesaktian yang sama berperang demi sebuah tugas, janji dan kesetiaan hingga mati”.  

DESA PADANGAN 


Desa Padangan merupakan suatu desa yang berada di barat pulau Bali, tepatnya di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, kurang lebih 58 Km dari pusat kota denpasar. Berada di kaki gunung Batukaru yang bersebelahan dengan objek wisata alam kebun raya Bedugul yang berada kurang lebih 30 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor melewati kabupaten Singaraja. Karena berada di kaki gunung Batukaru, daerah ini memiliki pemendangan perkebunan dan persawahan yang indah dan terhampar luas sejauh mata memandang, udaranya yang dingin dan sejuk menambah kedamain alam pegunungan di desa Padangan. Selaian keindahan alamnya, desa Padangan juga memiliki masyarakat yang ramah serta seniman – senimam pemahat patung ataupun kerajinan tangan ( Handycraft ) yang tidak kalah dengan masyarakat Bali lainnnya.
Terbukti saat merayakan hari raya Pengrupukan yaitu 1 hari sebelum merayakan hari raya Nyepi atau Penyepian, seluruh masyarakan Bali khususnya yang beragama Hindu mengarak Ogoh – ogoh keliling desa ataupun kota yang melambangkan menangnya Darma melawan Adarma.  

PERAYAAN PENGRUPUKAN SEBELUM PAWAI MENGARAK OGOH - OGOH DESA PADANGAN

1. MEBAT MEMBUAT MAKANAN TRADISI BALI UNTUK ANGGOTA PAWAI OGOH -   OGOH DAN SEKAHA GONG

 
2. PHOTO BERSAMA







3. MEMULAI PAWAI OGOH - OGOH SIANG HARI