YOUTH SOUTH

YOUTH SOUTH
YOUTH SOUTH

Minggu, 05 April 2015

DEWATA NAWA CENGKAL
Cerita ini diambil dari cerita A,NA,CA,RA,KA yang menceritakan tentang seorang raja yang dikutuk oleh Bhatara Kala menjadi raksasa karena dia suka memakan masakan (Lawar) yang dicampur dengan darah manusia. Hari demi hari penduduknya digunakan sebagai Lawar. Raja ini bernama Dewata Nawa Cengkal dan negaranya bernama Medang Kemulan.
            Berita ini didengar oleh raja Maceti yang bernama Aji Saka, raja ini memiliki dua Patih yang bernama Ki Sembada dan Ki Nora, kedua patih ini sangat setia dengan rajanya. Karena Aji Saka prihatin dengan keadaan yang menimpa negeri Medang Kemulan maka ia memutuskan untuk memerangi raja Dewata Nawa Cengkal. Sebelum Aji Saka pergi ke Medang Kemulan ia menitipkan senjata keris pusakanya kepada Ki Nora dan menyuruh menjaga pusaka itu dengan baik.
            Setibanya Aji Saka di Medang Kemulan ia baru mengetahui bahwa raja Dewata Nawa Cengkal sangat sakti sehingga menyuruh Ki Sembada untuk pulang mengambil pusakanya. Setibanya Ki Sembada di Maceti ia meminta pusaka tersebut kepada adiknya Ki Nora. Karena Ki Nora terikat janji untuk menjaga pusaka tersebut walaupun nyawa sebagai taruhan ia tidak memberikan pusaka tersebut kepada kakanya sehingga terjadilah pertempuran yang sengit antara kedua saudara tersebut dan akhirnya mereka berdua mati. Karena lama menunggu Aji Saka bergegas untuk berperang tanpa menggunakan pusakanya, ia menggunakan taktik untuk mengelabui Dewata Nawa Cengkal. Taktik tersebut berupa perjanjian “apabila Dewata Nawa Cengkal mampu menarik selendang Aji Saka sampai habis ia bersedia menyerahkan darahnya sebagai lawar”. Dewata Nawa Cengkal sangat gembira mendengar perjanjian itu dan segera menarik selendang Aji Saka. Karena Aji Saka sangat sakti Dewata Nawa Cengkal tidak mampu menarik selendang itu sampai habis hingga sampai di pesisir pantai. Disanalah Aji Saka mengutuk Dewata Nawa Cengkal menjadi se-ekor buaya. Setelah itu Aji Saka bergegas pulang menuju ke negerinya, setibanya di Maceti ia melihat kedua patihnya telah mati karena memperebutkan pusaka. Aji Saka sedih melihat kejadian tersebut dan menulis huruf dengan pusakanya, huruf yang ditulis adalah A,NA,CA,RA,KA,PA,DA,JA,YA,NYA,MA,GA,BA,TA,NGA, yang merupakan awal aksara di dunia ini. Huruf ini memiliki arti “ada dua orang Patih/pengikut yang memiliki kesaktian yang sama berperang demi sebuah tugas, janji dan kesetiaan hingga mati”.  

DESA PADANGAN 


Desa Padangan merupakan suatu desa yang berada di barat pulau Bali, tepatnya di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, kurang lebih 58 Km dari pusat kota denpasar. Berada di kaki gunung Batukaru yang bersebelahan dengan objek wisata alam kebun raya Bedugul yang berada kurang lebih 30 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor melewati kabupaten Singaraja. Karena berada di kaki gunung Batukaru, daerah ini memiliki pemendangan perkebunan dan persawahan yang indah dan terhampar luas sejauh mata memandang, udaranya yang dingin dan sejuk menambah kedamain alam pegunungan di desa Padangan. Selaian keindahan alamnya, desa Padangan juga memiliki masyarakat yang ramah serta seniman – senimam pemahat patung ataupun kerajinan tangan ( Handycraft ) yang tidak kalah dengan masyarakat Bali lainnnya.
Terbukti saat merayakan hari raya Pengrupukan yaitu 1 hari sebelum merayakan hari raya Nyepi atau Penyepian, seluruh masyarakan Bali khususnya yang beragama Hindu mengarak Ogoh – ogoh keliling desa ataupun kota yang melambangkan menangnya Darma melawan Adarma.  

PERAYAAN PENGRUPUKAN SEBELUM PAWAI MENGARAK OGOH - OGOH DESA PADANGAN

1. MEBAT MEMBUAT MAKANAN TRADISI BALI UNTUK ANGGOTA PAWAI OGOH -   OGOH DAN SEKAHA GONG

 
2. PHOTO BERSAMA







3. MEMULAI PAWAI OGOH - OGOH SIANG HARI












Tidak ada komentar:

Posting Komentar