DEWATA NAWA CENGKAL
Cerita
ini diambil dari cerita A,NA,CA,RA,KA yang menceritakan tentang seorang
raja yang dikutuk oleh Bhatara Kala menjadi raksasa karena dia suka
memakan masakan (Lawar) yang dicampur dengan darah manusia. Hari demi
hari penduduknya digunakan sebagai Lawar. Raja ini bernama Dewata Nawa
Cengkal dan negaranya bernama Medang Kemulan.
Berita ini didengar oleh raja Maceti yang bernama Aji Saka, raja ini
memiliki dua Patih yang bernama Ki Sembada dan Ki Nora, kedua patih ini
sangat setia dengan rajanya. Karena Aji Saka prihatin dengan keadaan
yang menimpa negeri Medang Kemulan maka ia memutuskan untuk memerangi
raja Dewata Nawa Cengkal. Sebelum Aji Saka pergi ke Medang Kemulan ia
menitipkan senjata keris pusakanya kepada Ki Nora dan menyuruh menjaga
pusaka itu dengan baik.
Setibanya Aji Saka di Medang Kemulan ia baru mengetahui bahwa raja
Dewata Nawa Cengkal sangat sakti sehingga menyuruh Ki Sembada untuk
pulang mengambil pusakanya. Setibanya Ki Sembada di Maceti ia meminta
pusaka tersebut kepada adiknya Ki Nora. Karena Ki Nora terikat janji
untuk menjaga pusaka tersebut walaupun nyawa sebagai taruhan ia tidak
memberikan pusaka tersebut kepada kakanya sehingga terjadilah
pertempuran yang sengit antara kedua saudara tersebut dan akhirnya
mereka berdua mati. Karena lama menunggu Aji Saka bergegas untuk
berperang tanpa menggunakan pusakanya, ia menggunakan taktik untuk
mengelabui Dewata Nawa Cengkal. Taktik tersebut berupa perjanjian
“apabila Dewata Nawa Cengkal mampu menarik selendang Aji Saka sampai
habis ia bersedia menyerahkan darahnya sebagai lawar”. Dewata Nawa
Cengkal sangat gembira mendengar perjanjian itu dan segera menarik
selendang Aji Saka. Karena Aji Saka sangat sakti Dewata Nawa Cengkal
tidak mampu menarik selendang itu sampai habis hingga sampai di pesisir
pantai. Disanalah Aji Saka mengutuk Dewata Nawa Cengkal menjadi se-ekor
buaya. Setelah itu Aji Saka bergegas pulang menuju ke negerinya,
setibanya di Maceti ia melihat kedua patihnya telah mati karena
memperebutkan pusaka. Aji Saka sedih melihat kejadian tersebut dan
menulis huruf dengan pusakanya, huruf yang ditulis adalah
A,NA,CA,RA,KA,PA,DA,JA,YA,NYA,MA,GA,BA,TA,NGA, yang merupakan awal
aksara di dunia ini. Huruf ini memiliki arti “ada dua orang
Patih/pengikut yang memiliki kesaktian yang sama berperang demi sebuah
tugas, janji dan kesetiaan hingga mati”. DESA PADANGAN
Desa Padangan merupakan
suatu desa yang berada di barat pulau Bali, tepatnya di Kecamatan Pupuan,
Kabupaten Tabanan, kurang lebih 58 Km dari pusat kota denpasar. Berada di kaki
gunung Batukaru yang bersebelahan dengan objek wisata alam kebun raya Bedugul
yang berada kurang lebih 30 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor melewati
kabupaten Singaraja. Karena berada di kaki gunung Batukaru, daerah ini memiliki
pemendangan perkebunan dan persawahan yang indah dan terhampar luas sejauh mata
memandang, udaranya yang dingin dan sejuk menambah kedamain alam pegunungan di
desa Padangan. Selaian keindahan alamnya, desa Padangan juga memiliki
masyarakat yang ramah serta seniman – senimam pemahat patung ataupun kerajinan
tangan ( Handycraft ) yang tidak kalah dengan masyarakat Bali lainnnya.
Terbukti saat merayakan
hari raya Pengrupukan yaitu 1 hari
sebelum merayakan hari raya Nyepi
atau Penyepian, seluruh masyarakan Bali khususnya yang beragama Hindu
mengarak Ogoh – ogoh keliling desa
ataupun kota yang melambangkan menangnya Darma
melawan Adarma. PERAYAAN PENGRUPUKAN SEBELUM PAWAI MENGARAK OGOH - OGOH DESA PADANGAN
1. MEBAT MEMBUAT MAKANAN TRADISI BALI UNTUK ANGGOTA PAWAI OGOH - OGOH DAN SEKAHA GONG
2. PHOTO BERSAMA
3. MEMULAI PAWAI OGOH - OGOH SIANG HARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar