SANG YUTISARANA
Nyepi, caka 1935
Hari raya Nyepi di Bali dilaksanakan secara menyeluruh oleh warga yang
beragama Hindu. Adapun rangkaian hari raya Nyepi adalah diawali dengan
pengerupukan, Nyepi dan Ngembak Geni. Pada hari pengerupukan diadakan
acara pawai ogoh-ogoh sebagai cerminan luapan ekspresi dan kreatifitas
pemuda dimasing-masing Banjar yang ada di Desa Pekraman diseluruh
wilayah BALI.
Begitu juga dengan aktifitas pemuda di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan,
Kabupaten Tabanan. Yang secara continuitas membuat ogoh-ogoh sebagai
cerminan luapan ekspresi dan kreatifitas menjelang hari pengerupukan.
Ditahun 2013 ini, STT Desa Padangan khususnya STT Padanga Kelod (Youth
South ) membuat ogoh-ogoh yang bertemakan “Sang Yutisarana”, untuk
memeriahkan pawai ogoh-ogoh serangkaian hari raya pengerupukan dan nyepi
di Desa Padangan.
Cerita Sang Yutisarana
Dalam lontar Barong Swari disinggung terjadinya tarian Barong, Telek,
Topeng . tarian ini secara rutinitas dipentasakan pada saat galungan
dan pada hari raya pengerupukan. Ada cerita yang mengulas tentang asal
–usul tari wali ini. Ceritanya sebagai berikut:
Diawali ketika Dewi Uma dikutuk oleh Dewa Siwa, menjadi raksasi yang
sangat menyeramkan yang bergelar Dewi Durga serta turun kedunia dan
bersetana di setra gandamayu. Dengan wujud raksasa sang dewi selalu
menyakiti manusia yang berbuat baik, namun bagi manusia yang berbuat
jahat diberikan kesaktian karena di anggap sebagai pengikut sang dewi.
Demikin hebatnya kesaktian dewi durga sehingga menyebabkan dunia
mengalami kehancuran dimana-mana dan kehidupan manusia mulai terancam.
Mengetahui kejadian itu Sang Hayang Tri Semaya mengubah wujudnya
menjadi; Bhatara Brahma mengubah wujudnya menjadi Topeng Bang, Bhatara
Wisnu menjadi Topeng Telek, Bhatara Iswara turun menjadi Barong. Ketiga
Dewa tersebut turun kedunia dengan wujud masing-masing untuk mensucikan
alam yang diwujudkan dalam bentuk ” Ngelelawang”.
Mengenai pengelelawangan yang dilaksanakan pada hari Buda kliwon
dungulan sampai hari bhuda kliwon Pahang diuraikan alasan-alasan
tersebut berdasarkan cerita/mitologi dalam lontar Purwa Gama Sasana
sebagai berikut:
Sesudah itu masuklah Sanghayang Tri Semaya, mencari Sang Hayang
Sesuhunan, (Bhatara Kala Rudra) agar membatalkan untuk memakan manusia.
Dijumpainya Sang Kala Rudra, bercumbu rayu dengan batari, pada tiang
yang amat panjang Batara Kala Rudra itu bergelar Sang Yutisarana
sedangkan Batari Durga bergelar Sang Kalika Maya.
Mengetahui tingkah laku sesuhunan, Sang Hayang Trisemaya segera
maenghadap Sang Batatipati. Diperintahlah Sri Aji Galuh,
mempersembahkan “ Caru Pancasia” yang dipersembahkan oleh pendeta Agung ,
agar dunia ini tidak mengalami kehancuran.
Bhagawan Sida Yoga memimpin caru Pancasia. Dihadapan bangunan agung
dibuatlah panggung untuk Shang Tri Semaya, dipasanglah kelir
wayang.Bhatara Isawara sebagai dalang, dibantu sanghayang Brahma dan
Wisnu sebagai pengiring gamelan menceritakan perbuatan kedua batara,
yakni Sang Hayang Kala Ludra dan Bhatari Panca Durga. Cerita inilah
yang menyebabkan adanya tari wali seperti Topeng dan Wayang Kulit.
Sumber/ Literatur: Lontar Barong Suari, Lontar Purwa Gama Sasana Dan
Buku Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar